MAKNA SAGU SALEMPENG PATAH DUA


I.       PENDAHULUAN

Kata Maluku menunjuk pada suatu etnisitas yang didalamnya terdapat wilayah, manusia dengan nilai dan segala sesuatu yang terdapat didalamnya. Sejak dulu kala eksistensi kehidupan masyarakat Maluku diperhadapkan dengan tantangan keragaman yang dimiliki. Bahkan masyarakat Maluku sudah merasakan manis dan pahitnya perjuangan mempertahankan kelangsungan hidup dengan tatanan adat dan kekerabatan yang milikinya sejak dulu yang selalu tertanam dan terpatri dalam  diri dan jiwa Anak Negeri Maluku.
Konsep tentang Anak Negeri adalah makhluk spesies yang memiliki keterkaitan hidup dengan adat, tradisi, kebudayaan, kekerabatan dan keberagamaannya atau cara hidup beragama yang adatis.  Hal ini ditunjukan dengan Budaya Hidup Orang Basudara yang mungkin saja telah termanisfestasi dalam kehidupan masyarakat Maluku lewat falsafah-falsafah hidup yang telah diwarisi dari orang tatua (leluhur).
Ternyata orang tatua dengan pemikirannya yang alamiah telah memahami kehidupan sosial kita di Maluku yang majemuk, dengan menerapkan konsep hidup kebersamaan yang ditunjukan lewat Pela-Gandong, Salam-Sarane, Duan Lolat, Kai Wai, menjadikan kehidupan anak negeri Maluku dalam Persaudaraan yang tinggi.
Dalam budaya hidup orang basudara terkandung nilai-nilai persaudaraan yang terbangun dalam cara hidup yaitu ” Sagu Salempeng Patah dua “.  Kalimat ini tidaklah lazim bagi orang Maluku, karena memiliki makna secara filosofis yang berakar dari budaya orang basudara di Maluku, yang merupakan warisan para leluhur kita sendiri.
Sagu Salempeng Patah Dua, adalah sebuah gambaran yang tidak begitu saja dipakai tanpa ada tujuan atau makna tertentu. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan diatas maka dalam pembahasan ini akan dibahas tentang “ Makna Sagu Salempeng Patah Dua “.

II.    SAGU SALEMPENG PATAH DUA
a.      Memaknai Sagu Bagi Orang Maluku
Pohon sagu identik dengan Maluku, seperti halnya Pohon Lontar bagi orang sawu dan Rote. Pohon Sagu Melambangkan sumber hidup rakyat di Daerah Maluku sejak purbakala. Pohon sagu tekstur luarnya sangat berduri, tetapi didalamnya dapat menghasilkan makanan yag lembut. Dikatakan sumber hidup karena keseluruhan pohon sagu dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup orang Maluku.
Daun Sagu dijadikan sebagai atap rumah, dahan pohon sagu dijadikan sebagai dinding rumah (gaba-gaba). Batang pohom sagu diolah untuk sagu adalah makanan tradisional Maluku. Daun sagu digunakan untuk atap rumah, daun sagu digunakan sebagai wadah, batang daun sagu diolah menjadi makanan pokok orang Maluku baik dalam bentuk papeda dan juga sagu yang dibakar dan dikeringkan.
Dengan demikian dapat dikatakan Pohon Sagu  adalah sumber kehidupan bagi rakyat di Maluku.

b.     Makna Sagu Salempeng Patah Dua
Sagu salempeng Patah Dua sebuah Idiom yang berakar dari  Falsafah “hidup orang basudara” di Maluku yang mencerminkan sikap batin orang Maluku. Semangat orang basudara adalah energi budaya yang menggerakan orang Maluku untuk mampu membina hidup bersama yang harmonis dalam perbedaan-perbedaan yang eksistensial. Hal inilah yang membuat Maluku termaknai sebagai sebuah keluarga besar yang majemuk dan kemajemukan itulah membuatnya besar.
Kita dapat mengingat kembali salah satu lirik lagu yang menceritakan kehidupan persaudaraan dan kekeluargaan di Maluku yakni “ Mayang pinang Mayang Kalapa Timbang Cengkeh di Saparua, Orang bilang Ade deng Kaka Sagu Salempeng Makan Bage Dua ”.
Sagu salempeng Patah Dua dapar diartikan sebagai berikut :
1.      Sagu ( makanan tradisional orang Maluku sejak dulu ). dapat dimaknai sebagai symbol eksistensi kita sebagai orang Maluku. Kita berbeda dalam banyak hal dan merangkai perbedaan-perbedaan itu menjadi kehidupan yang harmonis sangatlah sulit. Sagu identitas orang Maluku yang telah diwariskan oleh orang tatua sejak dulu sampai saat ini dengan maksud agar tidak dilupakan dalam artian bahwa kita di maluku memiliki perbedaan tetapi Sagu dapat menjadi salah satu pemersatu perbedaan itu.
2.      Salempeng , bagi orang Maluku diartikan sebagai satu  buah atau hanya satu.
3.      Patah dua , artinya adalah di bagi menjadi dua bagian.
Menurut Prof. Waloly (2005:115) sagu salempeng patah dua dimaknai sebagai kehidupan yang saling peduli dan berbagi, dengan hubungan-hubungan batiniah yang terbangun dalam cara hidup orang Maluku.
“sagu salempeng dipata dua”. Idiom budaya Maluku menunjukkan pada dua realitas: konflik dan akomodasi; baku malawang dan baku polo. Sagu adalah lambang hidup orang Maluku. Dan ketika ia dibagi dua, itu sebenarnya menunjuk pada adanya krisis hidup. Tetapi krisis hidup itu kemudian secara sadar membawa pada sebuah tindakan sharing (berbagi) agar basudara lain juga menikmati hidupnya bersama-sama.
Dapat dikatakan bahwa Sagu salempeng patah dua dimaknai sebagai kehidupan yang saling peduli dan berbagi dalam hal ini semua hal dalam kehidupan orang Maluku dilakukan atas dasar saling peduli dan berbagi. Secara sederhana dapat pula dikatakan kesusahan satu orang merupakan kesusahan semua orang oleh kerena itu harus ditanggung secara bersama atas dasar kehidupan orang basudara di Maluku.

III. PENUTUP
Inilah eksistensi kita sebagai orang Maluku. Kita berbeda dalam banyak hal dan merangkai perbedaan-perbedaan itu menjadi kehidupan yang harmonis bukan perkara gampang. Sangat tergantung pada dialektika yang terjadi antara sekian banyak individu, antara beragam adat-budaya, antara beragam agama dan antara banyak entitas berbeda yang adalah bagian eksistensial dari diri.
Namun, Orang tatua, berkat kepeduliannya, telah mewariskan falsafah hidup orang basudara melalui falsafah “ sagu salempeng patah dua”. sebagai daya, strategi budaya dan gaya hidup yang menunjang terbinanya hidup yang harmonis dengan mengelola banyak perbedaan yang dipandang sebagai anugerah.


DAFTAR PUSTAKA


Fox J. James , 1996, Panen Lontar (Perubahan Ekologi Dalam Kehidupan Masyarakat Rote Dan Sawu ), Jakarta, Pustaka Sinar Harapan
Waileruny Samuel, 2010, membongkar konspirasi dibalik konflik Maluku, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Watloly Aholiab, 2005. Maluku Baru Bangkitnya Masin Ekistensi Anak Negeri, Yogyakarta, Penerbit Kanisius

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMBANGUNAN MASYARAKAT KEPULAUAN